Belakangan ini, konsep
pengembangan investasi dikembangkan sampai kepada investasi sumber daya
manusia. Contoh kasus di negara-negara Barat, peningkatan pendidikan dan
pengetahuan nyata-nyatanya sangat mempengarungi perkembangan ekonomi negara
tersebut, dikarenakan keduanya memang investasi yang baik bagi terciptanya
sumber daya manusia yang prima dalam menghadapi tantangan zaman yang mengglobal.
Tetapi tidak hanya dua hal itu, bahwa usaha peningkatan kualitas sumber daya
manusia juga dipengarungi oleh asupan gizi seimbang, dan ketersediaan pangan
bergizinya bagi masyarakat. Di mana upaya memperbaiki gizi masyarakat adalah
langkah strategis dalam bentuk pencegahaan, karena membiarkan masyarakat tidak
sehat justru hanya menghasilkan beban ekonomi yang besar, dalam bentuk biaya
kesehatan dan pengobatan, dan tentu menurunkan produktivitasnya. Untuk
itu siapa pemimpin yang hendak ambil peduli?
Saya bersyukur bahwa pada debat sesi ketiga, di mana
masing-masing yang dipertemukan adalah cawapresnya, diangkat tema tentang
sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak dipungkiri bahwa
memang harus ada dukungan politik dari pemerintah, dalam bentuk kemauan politik
pemerintah dalam mengorganisir agar perencanaan pangan dan gizi dapat
terlaksana dengan baik, sehingga kerawanan permasalahan pangan dan gizi dapat
dituntaskan, baik dengan jangka pendek maupun dengan jangka panjang, keduanya
harus saling berkesinambungan, agar tidak terjadi tumpang tindih program. Hal
itu memang membutuhkan tidak hanya anggaran yang disediakan dalam RAPBN, dan
adanya perencana ataupun tenaga ahli pangan dan gizi yang kompeten, tentu saja
pemerintah dalam hal ini dapat merekrut para ahli dari banyak perguruan tinggi
di Indonesia yang memiliki konsistensi terhadap permasalahan pangan dan gizi
termasuk dalam halnya penyuluhan gizi, misalnya dengan civitas akademika di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sedikit menyinggung apa yang sebelumnya saya katakana soal
kemauan politik pemerintah, saya berbahagia dan sangat mengapresiasi, karena
pasangan capres dan cawapres dari nomor urut satu, Prabowo dan Hatta,
menaruh perhatian yang khusus dalam bidang pangan dan gizi, hal itu terungkap
dalam pernyataan Hatta saat debat
cawapres dengan tema SDM dan IPTEK, Hatta
mengatakan: “Dari segi kesehatan kami (Prabowo—Hatta) akan memperbaiki gizi masyarakat...
karena dengan gizi yang berkualitas akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia...”
Ini adalah satu pernyataan yang gemilang dari calon presiden dan wakil
presidennya, bahwa memang, investasi dalam bidang gizi sangat terkait dengan
investasi dalam bidang sumber daya manusia, di mana bila hal itu tercapai, maka
investasi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan serta teknologi pun akan
semakin tepat guna, dan memiliki efek yang jitu bagi perkembangan generasi
bangsa ke depannya. Suatu harapan, yang sangat saya harapkan. Sebagai mahasiswa
tingkat akhir bidang ilmu gizi, tentu saja saya mendukung langkah Prabowo—Hatta tersebut, dan ada
beberapa hal, yang dapat dikatakan sebagai aspirasi saya terhadap keduanya—tentu saja diawal juga sudah terang bahwa
peningkatan gizi masyarakat memang butuh perencanaan pangan dan gizi, dan hal
itu harus didukung dengan tenaga ahli serta anggaran dan sumber daya alam
(pangan) yang cukup dan beragam.
Adalah cita-cita saya (Prabowo Subianto), setiap anak Indonesia mendapat asupan protein dan gizi yang cukup di masa pertumbuhan. pic by facebook.com/PrabowoSubianto |
Hatta, di tengah wacana penyediaan dana riset dan wajib
belajar dua belas tahun yang digaungkan oleh Prabowo—Hatta, serta revolusi putih yang memang menarik, saya berharap bahwa hal itu juga terkait dengan
permasalahan pangan dan gizi. Apa yang dapat diperbuat dalam bidang pendidikan,
dalam halnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui bidang gizi?
Tidak bisa tidak, ialah dengan pendidikan gizi yang masuk ke dalam kurikulum, hal ini tidak boleh kalah dengan agenda
masuknya pendidikan seks dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Hal itu
adalah langkah alternatif, di tengah upaya riil pemerintah melalui perencanaan
pangan dan gizinya, karena tidak dipungkiri ketidaktahuan akan pentingnya gizi
seimbang di kalangan masyarakat, mengakibatkan masih banyaknya ditemui kasus kurang
gizi, termasuk yang naas adalah tidak sedikit ditemui masalah kelebihan gizi. Suatu ironi yang menyanyat hati!
Dengan masuknya pendidikan gizi, di mana dalam pendapat
saya, hal itu dapat dimasukkan ke dalam mata pelajar biologi, tentu sedikit
banyak dapat mengubah pola pikir masyarakat dalam hal konsumsi terhadap pangan.
Di bidang pangan sendiri, saya harap Prabowo—Hatta turut mengembangkan pangan
lokal, agar tercipta keanekaragaman produk pangan nasional, mengingat konsumsi
pangan yang hanya sejenis, tidak baik juga. Dan tentu, hal itu akan
membangkitkan pula semangat dunia pertanian dalam menggarap pangan lokal. Namun,
memang nggak bisa ditampik pula,
bahwa investasi dalam bidang apapun, apalagi skalanya nasional, butuh dana,
maka memang pemaksimalan kekayaan negara dalam hal ini wajib, demi kemaslahatan
bangsa. Dengan Prabowo yang memiliki
jiwa ksatria dan kecintaan terhadap tanah air yang tidak diragukan lagi, dan Hatta sebagai teknokrat yang
berpengalaman dan berpengetahuan, tentu dapat mengkondisikan berjalannya suatu
program terkait pangan dan gizi. Besar harapan saya, bahwa suatu saat nanti
masyarakat Indonesia mendapatkan akses yang mudah terhadap pangan bergizi,
sehingga terciptalah sumber daya manusia dari mulai buruh sampai seluruh
lapisan masyarakat menjadi sehat dan produktif, dari balita hingga manula,
dengan upaya pendidikan dan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang multidisipliner, niscaya kreatifitas
anak bangsa semakin berjaya pula ke depannya. Terima kasih sudah peduli, #PrabowoHatta, yang konsen untuk #SelamatkanIndonesia dari masalah
pangan dan gizi, agar #IndonesiaSatu
tetap jaya selalu. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar