Setiap perempuan, yang dikemudian hari ditakdirkan oleh Tuhan untuk mengemban amanah sebagai seorang Ibu, akan mengalami yang namanya hamil, melahirkan, lalu mempunyai dan merawat anaknya. Lalu apa yang dimaksud dengan 1.000 HPK anaknya kelak? HPK itu sendiri berarti "hari pertama kehidupan" jadi seribu hari pertama kehidupan, yaitu terkait kehidupan anak, sejak 270 hari di dalam kandungan ibunya dan 730 hari dalam dua tahun pertama setelah lahir kelahiran. Selama seribu hari itu, sang ibu harus memperhatikan kebutuhan gizi anaknya. Tidak hanya soal, enam bulan pertama ASI Ekslusif. Karena menurut salah satu dosenku sekaligus Guru Besar FEMA IPB, Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S. (2014), mengatakan bahwa, "pertumbuhan seorang anak menyesuaikan diri dengan lingkungannya." Oleh karena itu asupan gizi yang dalam hal ini adalah faktor luar, dari lingkungan yang dikondisikan oleh ibunya sejak dalam kandungan, sangat mempengarungi pertumbuhan anak kelak.
Untuk itulah, perlu sekali orang tua memperhatikan masalah gizi anak selama seribu hari pertama kehidupannya. Dan hal itu harus disadari oleh setiap ibu, juga ayah, agar memperhatikan gizi ibu hamil, demi anaknya juga, sehingga dikemudian hari akan menghasilkan generasi anak Indonesia yang prima. Seperti kata pepatah, mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Namun sayangnya, 1.000 HPK seringkali diabaikan, malah ibu hamil terlalu mengedepankan ngidamnya, padahal seringkali saat ngidam yang dinginkan itu makanan-makanan yang tidak terlalu bergizi, walaupun tentu saja buah-buahan memang mengandung vitamin, tetapi gizi seimbang harus dipenuhi. Dan sayangnya lagi, seringkali para suami malah memenuhi ngidamnya istri tersebut dan lupa pada tanggungjawabnya untuk memenuhi gizi seimbang istrinya, tetapi tidak pernah lupa memperhatikan gizinya sendiri.
Tidak dapat dipungkiri, sebagaimana yang dikatakan oleh Guru Besar FEMA IPB lainnya, yakni Prof. Dr. Ir. Aida Vitalaya S. Hubeis, M.Sc. (2014), di mana ia menemukan seorang respondennya yang merupakan kader gizi
tingkat nasional pun, ketika dalam rumah tangga masih bersikap bahwa
makanan yang disajikan dengan kualitas gizi paling baik, selalu
diperuntukkan pada suami, ketimbang untuk dirinya maupun anak-anak yang
justru lebih membutuhkannya.
Ada bias gender dalam hal pemenuhan gizi dalam keluarga. Seringkali memang seorang suami merasa harus dilayani bak raja diraja oleh istrinya, termasuk dalam hal sajian makanan. Betapa menyedihkannya suami semacam itu. Sudah saatnya, suami memiliki kepedulian, dan melakukan pemerataan asupan gizi dalam keluargnya, apalagi jika istrinya sedang hamil dan ia memiliki anak yang masih dalam tahap 1.000 HPK, jelas keduanya harus menjadi prioritas. Bukan begitu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar