PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes Melitus merupakan salah satu
penyakit degeneratif yang kini menjadi perhatian khusus bagi masyarakat dunia.
Hal ini karena prevalensi atau kejadian DM (Diabetes Melitus) mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan
dunia (WHO), jumlah penderita Diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000
terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di
dunia, sedangkan urutan di atasnya adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta),
dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah penderita DM akan
meningkat pada tahun 2030 yaitu India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika
Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).
Diabetes
Melitus menjadi penyakit yang tidak dapat sembuh total dan berhubungan erat
dengan gaya hidup masyarakat modern. Namun, penderita DM tetap dapat hidup
nyaman bila dapat mengatur pola makan dan memilih jenis pangan yang tepat (Widowati
2007). Perlunya jenis makanan yang tepat terutama dari jenis pangan sumber
karbohidrat ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti untuk
mengembangkan penelitian terkait indeks glikemik (IG). Konsep
indeks glikemik (IG) merupakan pendekatan yang etaboli baru untuk memilih
pangan yang baik, khususnya pangan berkarbohidrat. Konsep ini berguna untuk
membina kesehatan, mencegah obesitas, memilih pangan untuk berolahraga, dan
untuk mengurangi resiko penyakit etabolisme. Konsep IG menekankan pada
pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya menaikkan
kadar glukosa darah dengan cepat, dan sebaliknya (Rimbawan dan Siagian 2004).
Indeks glikemik (IG) adalah
tingkatan pangan menurut efeknya terhadap gula darah. Pangan yang menaikkan
kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi. Sebaliknya, pangan yang
menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah. Indeks glikemik
bahan pangan dipengaruhi oleh kadar amilosa, protein, lemak, serat, dan daya
cerna pati. Daya cerna pati merupakan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan
diserap dalam tubuh. Karbohidrat yang lambat diserap menghasilkan kadar glukosa
darah yang rendah dan berpotensi mengendalikan kadar glukosa darah (Rimbawan
dan Siagian 2004).
Skor
indeks glikemik pangan dibagi dalam tiga kelompok yaitu pangan ber-IG rendah
yaitu IG<55, IG sedang yaitu IG 55-70, dan pangan IG tinggi yaitu IG>70
(Miller 1997). Pengenalan karbohidrat berdasarkan
efeknya terhadap kadar gula darah dan respons insulin dapat digunakan sebagai
acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat
untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Informasi IG bermanfaat bagi semua
individu. Oleh karena itu, praktikum mengenai pengukuran indeks glikemik dari
beberapa jenis bahan pangan ini sangat penting untuk dipelajari.
Tujuan
Praktikum pengukuran indeks glikemik
ini bertujuan untuk mengukur indeks glikemik dari beberapa jenis bahan pangan
yang diuji yaitu roti gandum dan crackers.
TINJAUAN PUSTAKA
Indeks
Glikemik
Indeks
glikemik merupakan respon kadar gula darah setelah makan (postpropandial)
(Jenkins 2007; Jenkins et. al. 1982). Skala indeks glikemik (IG)
dikembangkan untuk membantu mengatur kadar glukosa penderita diabetes (Jenkins et.
al. 2002). IG merupakan respon glikemik ketika memakan sejumlah karbohidrat
dalam pangan dan dengan demikian merupakan indikator tidak langsung dari respon
insulin tubuh (Buyken et. al. 2006) (Natalia 2010).
Menurut
miller (1997) dalam Rimbawan & Siagiaan (2004) berdasarkan respon
glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pangan ber-IG
rendah (IG<55), pangan ber IG sedang (IG 55-70), dan pangan ber IG tinggi
(IG>70). Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas
kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50
gram gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa,
pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama.
.
Tabel 1 Nilai indeks
glikemik serealia
Produk
|
Nilai Indeks Glikemik
|
Golongan Indeks Glikemik
|
Roti putih
|
71
|
Tinggi
|
Roti gandum utuh
Crackers
Gandum
|
71
77 ± 4
30
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
|
Sumber: Regina (2012) dan Powel et al (2002).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik
Menurut
Rimbawan dan Siagian (2004) nilai IG suatu makanan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu proses pengolahan, kadar serat pangan, kadar amilosa dan
amilopektin, serta kadar lemak dan protein. Proses pengolahan mempengaruhi IG
karena proses pengolahan akan mempengaruhi daya cerna dan daya serap suatu
bahan pangan. Semakin tingginya daya cerna dan daya serap suatu makanan maka
semakin cepat menaikkan kadar gula darah, sehingga semakin tinggi pula nilai IG
makanan tersebut. Proses pengolahan yang dapat mempengaruhi IG diantaranya
adalah mengecilnya ukuran (penepungan) dan pemasakan. Penepungan menyebabkan
ukuran partikel suatu makanan menjadi lebih kecil dan memperbesar luas permukan
yang dapat bersentuhan dengan, sehingga semakin cepat pencernaan dan penyerapan
karbohidrat. Pemasakan mempengaruhi IG karena proses pemasakan akan
menggelatinisasi pati sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim dalam usus,
sehingga dapat mempercepat kenaikan kadar gula darah.
Perhitungan
Indeks Glikemik
Perhitungan
indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan pangan acuan dan pangan standar,
dimana membandingkan luasan kurva kadar gula darah terhadap waktu sampel dengan
standar yaitu glukosa. Glukosa digunakan sebagai standar karena glukosa
merupakan karbohidrat yang diserap oleh tubuh. Jumlah glukosa yang harus
dikonsumsi yaitu 50 gram. Terlebih dahulu panelis dipuasakan sebelum diambil
darahnya bertujuan untuk membiarkan kadar gula darah normal kembali sehingga
pada saat menganalisis tidak ada pengaruh dari karbohidrat lainnya (Marsono
2002).
Masih belum
ada kesepakatan tentang metode terbaik untuk menghitung luas di bawah kurva
respon glukosa darah (AUC). Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan untuk
menentukan AUC, tetapi FAO/WHO (1998) menyatakan bahwa metode yang paling
sering digunakan melibatkan perhitungan geometris dengan menerapkan aturan etabolis
(trapezoid) (FAO/WHO 1998).
Uji
Kadar Glikemik
Uji Indeks Glikemik
(Miller et. al. 1996; El 1999)
Setiap
porsi penyajian produk olahan snack yang akan ditentukan IG-nya
mengandung 50 g karbohidrat. Produk tersebut diberikan kepada relawan yang
telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 22.00
sampai pukul 08.00 keesokan harinya). Perlakuan puasa ini bertujuan untuk
membiarkan kadar gula darah normal kembali sehingga pada saat menganalisis
tidak ada pengaruh dari karbohidrat lainnya (Marsono 2002). Panelis yang
digunakan terdiri atas dua kategori yaitu individu normal (non DM) sebanyak 10
orang, serta 10 individu penderita diabetes (DM) (Natalia 2010).
Sebelum
konsumsi sampel, responden normal dan DM diambil contoh darahnya sebanyak 50 Μl
sampel darah dari ujung jari (finger-prick capillary blood samples method)
dan diukur kadar glukosanya. Hasilnya dinyatakan sebagai kadar glukosa darah
puasa (kadar glukosa menit ke-0). Setelah konsumsi produk sebanyak 50 Μl sampel
darah diambil kembali dari ujung jari setiap 30 menit untuk diukur kadar
glukosanya (pengukuran kadar glukosa menit ke-30, 60, 90,dan 120). Sebagai
standar, responden diberikan 50 gram glukosa murni (Natalia 2010).
Kadar
glukosa darah (pada waktu setiap pengambilan sampel) diplotkan pada dua sumbu,
yaitu sumbu waktu (x) dan sumbu kadar glukosa darah (y). Indeks glikemik
ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang
diukur IG-nya dengan pangan acuan (glukosa murni) dikalikan 100 (Miller et
al. 2003) (Natalia 2010).
Crackers dan
Roti Gandum
Crackers adalah etabol yang dibuat dari adonan
keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Crackers mempunyai nilai IG sebesar 77 ± 4 (Powel
et al (2002). Roti
gandum adalah sumber karbohidrat sehat yang terbuat dari biji gandum. Tidak
seperti roti putih, roti gandum mengandung nutrisi dari biji-bijian yang bisa
mencegah penyakit jantung dan meningkatkan etabolism tubuh. Nilai indeks
glikemik roti gandum adalah sebesar 71 dan termasuk dalam golongan IG tinggi
(Regina 2012).
Roti
Tawar
Roti tawar
adalah roti yang dibuat dari adonan dengan sedikit gula atau bahkan tidak sama
sekali. Biasanya penggunaan gula pada pembuatan roti tawar hanya digunakan
dalam perceoatan proses fermentasi (Mudjajanto 2007).
Gula meja
(sukrosa) memiliki IG hanya 65, ini karena disakarida terdiri dari satu molekul
glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa diserap dan masuk ke dalam hati dan
secara lambat diubah menajdi glokusa, oleh karenanya respon gula darah pada
fruktosa sangat kecil (IG 23). Artinya dengan mengkonsumsi sukrosa, kita hanya
mengonsumsi setengah glokusa. Hal ini menjelaskan mengapa respon gula darah
dari 50 g sukrosa sama dengan 50 g tepung yang tergelatinasasi (semua molekul
terdiri dari glukosa). Jadi, sebagian besar makanan yang mengandung gula
sederhana tidak meningkatkan nilai kadar gua darah lebih besar dari makanan
yang sebagian besar mengandung tepung kompleks (karbohidrat kompleks) seperti
roti tawar (Rosilanti 2008).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum pengukuran dan pengolahan
data hasil pengukuran indeks glikemik ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal
21 Februari 2013 dan 28 Februari 2013, pada pukul 10.00-13.00 WIB. Praktikum
pengukuran dan pengolahan data hasil pengukuran indeks glikemik ini bertempat
di Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum
pengukuran indeks glikemik yaitu Glukometer
One Touch Glucose Blood System. Sedangkan bahan yang digunakan untuk
pengambilan darah antara lain strip analisis glukosa, lancet, kapas swab, dan
sampel darah. Bahan pangan yang digunakan antara lain bahan pangan uji, yaitu
craker dan roti gandum. Bahan pangan standar yang digunakan, yaitu roti tawar.
Sedangkan pengolahan data hasil pengukuran indeks glikemik dilakukan dengan
menggunakan program Microsoft Excell for
Windows 2007.
Prosedur Kerja
Prosedur pengukuran indeks glikemik
dilakukan berdasarkan prosedur pengukuran OGTT (Oral Glucose Tolerance) yang dirujuk dari standar WHO. Pengukuran
indeks glikemik tersebut dilakukan dalam berbagai tahap sebagai berikut :
1.
Persiapan
sebelum pengambilan darah:
Suhu
ruangan sejuk (maksimal 200C) untuk menjaga kestabilan plasma darah
yang akan diuji pada alat uji glukometer.
↓
Subjek
dalam kondisi rileks selama 5 menit sebelum pengambilan darah
↓
Subjek
disarankan untuk menggunakan jari tangan tengah atau jari tangan yang menurut
subjek tidak terasa dingin. Hal ini untuk menghindari terjadinya hematoma
↓
Subjek
disarankan untuk memposisikan lengan tangan rileks menggelantung ke samping
selama beberapa saat untuk melancarkan aliran darah
↓
Lancet
yang digunakan hanya sekali pakai untuk satu kali pengambilan darah (disposable)
Bagan
1 Posedur persiapan sebelum pengambilan darah
2.
Tahapan
saat pengambilan darah:
Subjek
diambil darahnya sebelum mendapat perlakuan intervensi untuk mengetahui glukosa
plasma darah menit ke-0
↓
Subjek
diberi intervensi sesuai pangan yang telah ditentukan dan dihabiskan dalam
waktu 10 menit
↓
Selama
150 setelah pemberian perlakuan, sampel darah 2 µl diambil berturut-turut pada
menit ke 15,30,45,60,90,120
dengan
menggunakan finger-prick capillary blood
samples method.
↓
Strip
glukosa dibuka dari kemasan
↓
Strip
glukosa dipasangkan pada glukometer
↓
Lancet
sekali pakai dipasangkan pada pen lancet
↓
Lancet
ditusukkan secara otomatis ke jari subjek
↓
Tetesan
darah ditempatkan pada sensor yang terdapat pada strip glukometer
↓
Hasil
pengukuran dapat terbaca pada layar glukometer dalam hitungan 30 detik
Bagan
2 Tahapan saat pengambilan darah
3.
Perlakuan
pangan yang diujikan
Pangan
yang akan dikonsumsi subjek setara 50 gram karbohidrat
↓
Pangan
yang akan ditentukan IG-nya (craker dan roti gandum) diberikan kepada subjek
yang telah menjalani puasa penuh (over
night fasting). Minimal 10 jam sebelum praktikum dilaksanakan.
↓
Setiap
satu jenis bahan pangan yang akan diujikan diperlukan 6 subjek.
Bagan
3 Perlakuan pangan yang akan diujikan
Pengolahan
data hasil pengukuran indeks glikemik dilakukan dalam berbagai tahap sebagai
berikut:
Data
dimasukkan ke program Microsoft Excell
for Windows 2007.
↓
Entry data kadar glukosa darah subjek pada
kolom yang tersedia di active sheet
Microsoft Excell berdasarkan pangan yang diujikan
↓
Tabel
perbandingan dibuat dari data yang ada sesuai waktu pengambilan sampel
↓
Data
kadar glukosa darah subjek yang ada ditebarkan dalam 2 sumbu, yaitu x (waktu)
dan y (kadar glukosa darah) menggunakan pilihan Chart pada menu insert
↓
Tahap
pertama yaitu Chart type, klik Line, lalu next.
↓
Tahap
kedua yaitu Chart Source Data,
menampilkan data range dan series, klik next.
↓
Tahap
ketiga yaitu Chart Option. Ketik
waktu pada pilihan category (x) dan
kadar glukosa darah pada pilihan value
(y), lalu next.
↓
Tahap
keempat yaitu Chart Location, klik finish.
↓
Perhitungan
luas area di bawah kurva akan digunakan 3 cara, yaitu polynomial, trapezoid, dan luas bangun
Bagan
4 Pengolahan data hasil pengukuran indeks glikemik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indeks
glikemik merupakan respon kadar gula darah setelah makan (postpropandial)
(Jenkins 2007; Jenkins et. al. 1982). Skala indeks glikemik (IG)
dikembangkan untuk membantu mengatur kadar glukosa penderita diabetes (Jenkins et.
al. 2002). IG merupakan respon glikemik ketika memakan sejumlah karbohidrat
dalam pangan dan dengan demikian merupakan indikator tidak langsung dari respon
insulin tubuh (Buyken et. al. 2006) (Natalia 2010).
Karbohidrat
dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks
glikemik tinggi. Respon gula darah terhadap jenis pangan (karbohidrat) ini
cepat dan tinggi. Sebaliknya karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki
indeks glikemik rendah sehingga melepaskan glukosa kedalam darah. Indeks
glikemik murni ditetapkan 100 dan digunakan sebagai acuan untuk penentuan IG
pangan lain (Rimbawan & Siagan 2004).
Praktikum
kali ini setiap porsi penyajian produk olahan snack yang akan ditentukan
IG-nya mengandung 25 g karbohidrat. Produk tersebut diberikan kepada relawan yang
telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam. Perlakuan puasa ini
bertujuan untuk membiarkan kadar gula darah normal kembali sehingga pada saat
menganalisis tidak ada pengaruh dari karbohidrat lainnya (Marsono 2002).
Panelis yang digunakan yaitu individu normal (non DM) sebanyak 3 orang. Bahan
sampel yang diujikan adalah roti putih tawar (standar), roti gandum whole wheat bread, dan creackers.
Responden
yang diuji diukur berat badan dan tinggi badan. Setelah semua perlakuan
dijalani maka pengambilan darah dilakukan pada menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90,
dan 120. Pengambilan darah menggunakan lancet. Lancet yang digunakan hanya
sekali pakai untuk satu kali pengambilan darah (disposable). Sebelum pengambilan darah responden disarankan dalam
keadaan rileks selama 5 menit, menggunakan jari tengah atau jari tangan yang
menurut resonden tidak terasa dingin. Hal ini menghindari terjadinya hematoma.
Hematoma adalah penampakan biru/ keunguan pada kulit yang dapat terjadi karena
benturan atau sebab lain. Di balik kulit yang membiru itu, terdapat pembuluh
darah yang pecah dan darahnya keluar serta kemudian membeku (menjendal) di luar
pembuluh darah itu. Saran selanjutnya adalah memposisikan lengan tangan rileks
menggelantung ke samping selama beberapa saat untuk melancarkan aliran darah.
Sampel darah yang diambil adalah sebanyak 2 µl. Kemudian hasil pengukuran
dibaca dengan glukometer.
Kadar
glukosa darah (setiap waktu sampling) diplot pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu
(X) dan sumbu kadar glukosa darah (Y). IG ditentukan dengan membandingkan luas
daerah di bawah kurva antara pangan yang diuji IG-nya dengan pangan acuan
dikalikan 100 (Miler et al 1996 dalam
Natalia 2010).
Praktikum
kali ini dilakukan penetapan indeks glikemik glukosa dengan bahan pangan dari roti
gandum, roti tawar dan cracker. Dengan roti tawar sebagai bahan pangan uji
standar, sedangkan roti gandum dan crackers
sebagai bahan pangan uji. Roti gandum adalah sumber karbohidrat sehat yang
terbuat dari biji gandum.Berikut adalah hasil pengukuran kadar glukosa darah
subjek setelah mengonsumsi roti gandum.
Tabel
2 Kadar indeks glikemik bahan uji bahan roti gandum
Bahan
|
Metode
|
Kelas I
|
Kelas II
|
Gandum
|
Polynom
|
118,975
|
168,94
|
|
Trapezoid
|
92,47
|
83,04
|
|
Luas
bangun
|
163,67
|
132
|
Berdasarkan
tabel 2 di atas diketahui hasil perhitungan nilai indeks glikemik pangan roti
gandum pada kelas I berbeda-beda. Perhitungan pada kelas I dengan polynom memiliki nilai IG sebesar
118,975. Kemudian perhitungan dengan menggunakan trapezoid memiliki nilai IG
terendah yaitu sebesar 92,47 dan perhitungan dengan menggunakan luas bangun
memiliki nilai IG tertinggi yaitu sebesar 163,67. Pengambilan perhitungan
diambil pada tingkat perhitungan yang paling rendah. Hal ini karena nilai IG
maksimal adalah 100 (glukosa murni). Maka nilai IG pada roti gandum adalah
sebesar 92,47 dengan perhitungan trapezoid. Hal ini sejalan dengan FAO/WHO
(1998) menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan melibatkan
perhitungan geometris dengan menerapkan aturan etabolis (trapezoid) (FAO/WHO
1998). Kategori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni
sebagai standar yaitu IG tinggi bila IG > 70 (Rimbawan & Siagian 2004).
Berdasarkan golongan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa roti gandum termasuk
pada golongan IG yang tinggi.
Berdasarkan
tabel 2 diatas diketahui bahwa hasil perhitungan nilai indeks glikemik pangan
roti gandum pada kelas II berbeda-beda. Hasil perhitungan dengan polynom memiliki nilai IG tertinggi
yaitu sebesar 169,94. Kemudian pada perhitungan dengan trapezoid memiliki nilai
IG terendah yaitu sebesar 83,04 dan pada perhitungan dengan luas bangun
memiliki nilai IG sebesar 132. Pengambilan perhitungan yang diambil pada
tingkat perhitungan paling rendah. Hal ini karena nilai IG maksimal adalah 100
(glukosa murni), maka nilai IG pada roti gandum pada kelas II adalah sebesar
83,4 dengan perhitungan trapezoid. Hal ini sejalan dengan FAO/WHO (1998)
menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan melibatkan perhitungan
geometris dengan menerapkan aturan etabolis (trapezoid) (FAO/WHO 1998).
Kategori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni sebagai
standar yaitu IG tinggi bila IG > 70 (Rimbawan & Siagian 2004).
Berdasarkan golongan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa roti gandum termasuk
pada golongan IG yang tinggi.
Sementara
itu berdasarkan etabolism, nilai IG pada roti gandum utuh adalah 71 (Regina
2012) dan termasuk dalam kategori nilai IG yang tinggi karena IG >70
(Rimbawan & Siagian 2004). Jika
dibandingkan dengan hasil perhitungan roti gandum pada kelas I memiliki nilai
IG sebesar 92,47 dan hasil perhitungan roti gandum pada kelas II adalah sebesar
83,04. Kedua hasil perhitungan dari kelas I dan II sama-sama termasuk dalam
golongan nilai IG yang tinggi. Selisih antara hasil dari etabolism dengan hasil
praktikum cukup jauh berbeda tapi hasil yang diperoleh sama-sama dalam golongan
nilai IG yang tinggi. Perbedaan pada perhitungan ini dapat disebabkan karena
respon pada individual yang berbeda (daya serap makanan), dan atau kesalahan
pada perhitungan.
Kemudian
jika dibandingkan dengan Indeks glikemik pada gandum murni adalah 30 (Lestari
2009). Hal ini berbeda dengan roti gandum karena menurut Rimbawan dan Siagian (2004) nilai IG suatu
makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu proses pengolahan, kadar serat
pangan, kadar amilosa dan amilopektin, serta kadar lemak dan protein. Proses
pengolahan mempengaruhi IG karena proses pengolahan akan mempengaruhi daya
cerna dan daya serap suatu bahan pangan. Semakin tingginya daya cerna dan daya
serap suatu makanan maka semakin cepat menaikkan kadar gula darah, sehingga
semakin tinggi pula nilai IG makanan tersebut. Proses pengolahan yang dapat
mempengaruhi IG diantaranya adalah mengecilnya ukuran (penepungan) dan
pemasakan. Penepungan menyebabkan ukuran partikel suatu makanan menjadi lebih
kecil dan memperbesar luas permukan yang dapat bersentuhan dengan, sehingga
semakin cepat pencernaan dan penyerapan karbohidrat. Pemasakan mempengaruhi IG
karena proses pemasakan akan menggelatinisasi pati sehingga lebih mudah dicerna
oleh enzim dalam usus, sehingga dapat mempercepat kenaikan kadar gula darah.
Crackers adalah etabol yang dibuat dari adonan
keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Berikut
adalah hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek setelah mengonsumsi crackers.
Tabel
3 Hasil perhitungan pengukuran indeks glikemik
Pangan
|
Perhitungan
|
IG Kelas I
|
IG Kelas II
|
Crackers
|
Polynomial
|
115,059
|
46,46
|
Trapezoid
|
98,26
|
91,02
|
|
Luas
bangun
|
129,59
|
166,7
|
Berdasarkan
tabel 3 di atas diketahui bahwa hasil perhitungan indeks glikemik pangan
berbeda-beda. Perhitungan IG pada kelas I dengan perhitungan polynomial memiliki nilai IG sebesar
115,059. Perhitungan trapezoid memiliki nilai IG yang terendah adalah sebesar
98,26. Kemudian pada perhitungan menggunakan luas ruang bangun memiliki nilai
IG yang terbesar adalah sebesar 129,59. Pengambilan perhitungan yang diambil
pada tingkat perhitungan paling rendah. Hal ini karena nilai IG maksimal adalah
100 (glukosa murni), maka nilai IG pada crackers
pada kelas I adalah sebesar 98,26 dengan perhitungan trapezoid. Hal ini sejalan
dengan FAO/WHO (1998) menyatakan bahwa metode yang paling sering digunakan
melibatkan perhitungan geometris dengan menerapkan aturan etabolis (trapezoid) (FAO/WHO
1998). Kategori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni
sebagai standar yaitu IG tinggi bila IG > 70 (Rimbawan & Siagian 2004).
Berdasarkan golongan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa crecker termasuk pada
golongan IG yang tinggi.
Berdasarkan
tabel 3 di atas diketahui bahwa hasil perhitungan indeks glikemik pada kelas II
berbeda-beda. Perhitungan dengan polynomial
memiliki nilai IG terendah adalah sebesar 46,46. Kemudian pada perhitungan
trapezoid nilai IG yang didapat adalah sebesar 91,02 dan pada perhitungan luas
ruang bangun memiliki nilai IG yang terbesar adalah sebesar 166,7. Pengambilan
perhitungan yang diambil pada tingkat perhitungan paling rendah. Hal ini karena
nilai IG maksimal adalah 100 (glukosa murni), maka nilai IG crackers pada kelas II adalah sebesar
46,46 dengan menggunakan polynomial.
Kategori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni sebagai
standar yaitu IG rendah jika < 55 (Rimbawan & Siagian 2004). Maka
berdasarkan golongan tersebut, creckers
di kelas II tergolong dalam pangan IG rendah.
Sementara
itu berdasarkan etabolism, nilai IG pada crackers
adalah sebesar 77 ± 4 (Powel et al 2002)
dan termasuk dalam kategori nilai IG yang tinggi karena IG >70 (Rimbawan
& Siagian 2004). Jika dibandingkan
dengan hasil perhitungan crackers
pada kelas I adalah sebesar 98,26 dengan termasuk golongan nilai IG yang tinggi
karena pangan ber-IG tinggi jika IG > 70 (Rimbawan & Siagian 2004).
Selisih antara hasil praktikum dengan etabolism cukup jauh. Namun, sama-sama
termasuk dalam klasfikasi nilai IG yang tinggi. Kemudian jika dibandingkan
hasil perhitungan pada kelas II adalah sebesar 46,46 dengan termasuk golongan
dalam nilai IG yang rendah karena pangan ber-IG rendah jika IG < 55
(Rimbawan & Siagian 2004). Jika dibandingkan dengan etabolism hasil yang
diperoleh sangat jauh berbeda dan golongan nilai IG juga berbeda.
Perbedaan
ini berdasarkan etabolism, mungkin disebabkan karena perbedaan daya cerna pati
dan interaksi antara pati dan protein dari etabolism tubuh masing-masing
responden. Selain itu, jumlah dan jenis lemak, gula, dan serat, kehadiran
komponen lain terutama yang mengikat pati, serta bentuk dari makanan yang
dikonsumsi masing-masing rsponden diduga turut mempengaruhi (EI 1999). Selain
itu, selama pengambilan sampel darah terdapat beberapa responden yang sesekali
tidak selalu dalam keadaan duduk (aktivitas ringan). Hal ini dikhawatirkan
dapat mempengaruhi data hasil pengukuran kadar glukosa darah.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Indeks glikemik suatu bahan pangan
dapat diperoleh dengan cara membandingkan luasan kurva kadar gula darah
terhadap waktu sampel dengan standar yaitu glukosa. Dari hasil percobaan indeks
glikemik, roti gandum dan cracker memiliki
IG yang berbeda-beda dari masing-masing metode yang digunakan. Sampel roti
gandum dengan metode Polynomial menunjukan
IG 143.45, metode Trapezoid menunjukan IG 87.75, dan metode Luas bangun
menunjukan IG 147.83. Sedangkan sampel crackers
dengan metode Polynomial menunjukan
IG 80.75, metode Trapezoid menunjukan IG 94.64, dan metode Luas bangun
menunjukan IG 148.83.
Saran
Hasil percobaan yang diperoleh masih
banyak kekurangan, sehingga perlu dilakukan perhitungan ulang terhadap indeks
glikemik roti gandum dan crackers untuk memperoleh data yang lebih akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
El
SN. 1999. Determination of glycemic index of some breads. Journal of Food
Chemistry 67: 67-69.
FAO/WHO.
1998. Carbohydrates in human nutrition: Report of a join FAO/WHO expert
consultation. FAO Food and Nutrition Paper 66: 1-140.
Lestari,
Oke Andika.2009. Karakterisasi sifat fisiko-kimia dan evaluasi nilai gizi
biologis mi jagung kering yang disubstitusi tepung jagung termodifikasi. Tesis.
Sekolah Pasca Sarjana, IPB.
Marsono
Y, Wiyono P dan Noor Z. 2002. Indeks glisemik kacang-kacangan. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan 13 (3): 53-55.
Miller JCB, S Hayne, P petozc, S Colagiuri. 2003.
low-glykemic index diets in the management of diabetes. A meta-analysis of
randomized controlled trials. diabetes care 26 : 2261-2267.
Miller
JCB, Powel KF, Colagiuri S. 1997. The
GI Factor : The GI Solution Hodder and Stoughton. Australia :
Hodder Headine Australia Pty Limited.
Mudjajanto ES, Lilik NY. 2007. Membuat
Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya.
Natalia,
Daysi.2010. Sifat fisikokimia dan
indeks glikemik berbagai produk snack. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB.
Powell
KF, Holt SH, Miller JCB. 2002. International Table of Glycemic Index and
Glycemic Load Values. The American Journal of Clinical Nutritions, 76: 5-56.
Rimbawan, Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan.
Jakarta : Penerbit Swadaya
Rosilanti.
2008. Menu Sehat untuk Pengidap Diabetes
Mellitus. Jakarta: Kawan Pustaka
Truswell AS. 1992. Glycemic Index of Food. Eur. J. Clin
Nutr. 46 (2): 91-101.
WHO. 2000. Pencegahan
Diabetes Mellitus (Laporan Kelompok Studi WHO), alih
bahasa dr.
Arisman. Cetakan I. Jakarta :Penerbit Hipokrates.
Widowati S. 2007. Sehat dengan Pangan Indeks Glikemik
Rendah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian Bogor.
Widowati
S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak The Hijau dalam Pengembangan Beras Fungsional
untuk Penderita Diabetes Mellitus. Tesis. Bogor: Pascasajana.
LAMPIRAN
Tabel
4 hasil perhitungan indeks glikemik
Percobaan
|
Metode
|
Pangan uji
|
|
Craker
|
Roti Gandum
|
||
1
|
Polynomial
|
115,059
|
118,975
|
Trapezoid
|
98,26
|
92,47
|
|
Luas bangun
|
129,59
|
163,68
|
|
2
|
Polynomial
|
46,46
|
168,94
|
Trapezoid
|
91,02
|
83,04
|
|
Luas bangun
|
132
|
166,7
|
Rumus
perhitungan :
Rumus
perhitungan berat sampel yang akan dikonsumsi (W)
W =
x 100 gram
Rumus
perhitungan berat sampel pangan kemasan (W)
W =
x serving
size
Rumus
perhitungan nilai indeks glikemik
Nilai
IG =
x 100
Gambar
4 Kurva perhitungan polynomial
Luas
kurva diatas yaitu:
Luas =
=-
0I120
= 1915313.16
= 1915313.16
Gambar
5 Kurva perhitungan trapezoid method
Pembagian Tugas :
Aris Sulfiana I14100003 (Metodologi dan Lampiran)
Yoga Hendriyanto I14100099 (Pembahasan dan
Tinpus)
Imelda Saputri I14100124 (Pembahasan dan
Tinpus)
Taufiq Firdaus A. I14100140 (Editor dan Kesimpulan)
Yusi Ariska I14100153 (Cover dan Pendahuluan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar