Tidak berbeda dengan di Amerika yang pada tahun 2013 berdasarkan data CDC dilaporkan masih terjadi kasus baru Tuberkulosis sekitar 9,588 kasus. Hal itu terbilang masih cukup tinggi walaupun mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2012. Di Indonesia sendiri tidak jauh berbeda, beban TB atau Tuberkulosis di Indonesia masih sangat tinggi mengingat
setiap tahun masih ada 460.000 kasus baru. Setiap tahun terdapat 67.000
kasus meninggal karena TB atau sekitar 186 orang per hari. TB adalah
pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan merupakan peringkat 3
dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia (SKRT 2004).
Selain itu pada usia 5 tahun ke atas, TB merupakan penyebab kematian
nomor 4 di perkotaan setelah stroke, diabetes dan hipertensi dan nomor 2
di pedesaan setelah stroke (Riskesdas 2007). Apakah itu berarti TB tidak dapat disembuhkan?
Jawabannya jelas bahwa TB BISA DISEMBUHKAN! Lalu mengapa masih tinggi kasus TB di Indonesia ini? Banyak faktor sebenarnya, di antara faktor pendidikan (re: pengetahuan), faktor ekonomi, faktor budaya. Banyak yang belum tahu tanda dari gejala TB, masih banyak yang takut berobat karena merasa biaya rumah sakit atau berobat agar sembuh dari TB itu mahal, dan ada budaya tertentu yang memang justru menjadi penghalang pasien untuk berobat dan lebih memilih pergi ke dukun, misalnya. Atau yang parah karena si penderita malah tetap membudayakan beberapa hal yang justru memperparah, seperti merokok!
Padahal, jika tanda-tanda dari TB sudah kita ketahui, maka kita bisa lebih cepat tanggap baik terhadap diri kita sendiri atau orang sekitar agar segera memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan terdekat, misalnya puskesmas, lagi pula obat TB sekarang sudah digratiskan oleh pemerintah. Dan dalam kasus TB, pasien memang harus mendapatkan dukungan yang besar dari orang sekitar, khususnya keluarga, mengingat pengobatan agar sembuh dari TB memang makan waktu yang tidak sedikit, tetapi bila rutin mengkonsumsi paket obat yang disediakan pemerintah dan tetap melakukan pola hidup dan makan yang sehat, pasien akan dapat sembuh, apalagi jika penanggulangannya memang dilakukan lebih dini.
Maka dari itu, sembuh dari TB memang bukan suatu khayalan, jika kita memang punya kemauan yang kuat untuk sembuh, Insya Allah akan sembuh karena memang obatnya ada. Tetapi bila kitanya memang nggak mau berobat, penyakit akan semakin mengganas. Tentu kita tidak ingin membiarkan penyakit terus bersarang atau bahkan menyebar dan orang-orang terkasih kita terkena juga? Inisiatif memang harus datang dari si pasien dan yang sehatnya, agar memutus mata rantai perkembangan Tuberkulosis. Sehingga kesehatan bersama bisa terjaga dan terwujud. Hal ini pun haruslah juga dilakukan oleh pihak kesehatan, ada baiknya mereka melakukan upaya jemput bola, sebagaimana adanya posyandu keliling, alangkah sangat baiknya jika ada program puskesmas yang berupaya melakukan observasi ke masyarakat di sekitarnya misalnya dengan bekerjasama dengan ketua RT ataupun ibu-ibu PKK maupun pihak sekolah, untuk kemudian dilakukan sosialisasi dan pemeriksaan gratis. Itu akan sangat membantu, mengingat pula memang masih sedikit khususnya di pedesaan yang mengakses internet agar mengetahui info terkait TB, perlu ada aksi nyata dari semua pihak, sehingga pasien dapat semakin yakin bahwa dirinya dapat sembuh dari TB. Selain tentu saja upaya masif kampanye sembuhkan TB melalui aneka media baik cetak maupun digital harus terus digalakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar