pic from healthy-holistic-living.com |
Menurut Soekirman (2006) dalam makalah Perkembangan
Ilmu Gizi dan Pergeseran Pendulum Aplikasinya dalam Program Gizi,
diperkirakan kurang lebih 800 juta atau seperenam penduduk negara berkembang,
tidak punya akses terhadap makanan yang cukup dan seimbang untuk kebutuhan
gizi. Dari jumlah tersebut, 280 juta terdapat di Asia Timur, termasuk
Indonesia. Hampir sepertiga anak balita di negara berkembang dalam keadaan gizi
kurang dan gizi buruk dengan tanda berat badan rendah dan atau pendek. Selain
itu 30 % penduduk dunia juga menderita kekurangan zat gizi mikro, dalam hal
asupan vitamin serta mineral. Dan masalahnya tidak hanya soal kekurangan gizi,
tetapi juga kelebihan gizi sehingga tidak sedikit yang mengalami obesitas, dan
itu pun tidak menguntungkan.
Kita dapati, masalah gizi kurang dan buruk masih
muncul di beberapa daerah, dan itu tidak hanya terjadi di pedalaman atau
pedesaan maupun wilayah pesisir, jika kita mau membuka mata, mereka yang ada di
pinggiran kota atau tengah kota pun banyak yang mengalami masalah gizi. Dan
tentu kita sadari juga bahwa masalah gizi adalah sesuatu yang tidak dikehendaki
oleh siapa pun. Semestinya memang, bidang gizi haruslah juga menjadi perhatian
pemerintah sebagai bagian dari pengembangan pembangunan negeri Indonesia ini. Jika
sudah menyebut pemerintah memang hal ini tidak dapat lepas dari yang namanya
keputusan maupun kebijakan yang dibuatnya, baik di pusat maupun di tingkat
daerah, yang sampai saat ini masih sering kali terdapat kerancuan, sehingga
tidak jarang masih didapati berita di media massa adanya warga negara yang
mengalami masalah gizi.
Di tengah keperihatinan tersebut, kita sebagai
bagian dari warga negara yang hidup di satu bangsa bernama Indonesia, memang
haruslah juga mengambil peran dalam hal investasi gizi. Selain upaya kritis
terhadap pemerintah, sangat bagus apabila kita mulai perbaikan gizi dari diri
sendiri, utamanya keluarga dan lingkungan sekitar. Dan sangat baik bilamana
lembaga penyalur dan penyubur dana dari masyarakat juga mengambil langkah aktif
dalam hal investasi bidang gizi. Tentu kita ketahui bersama, apalagi kaum dhuafa, anak-anak yatim, keluarga yang
tergolong miskin, jelas menjadi satu
kondisi yang dapat menjadi faktor penyebab mengalami masalah gizi. Untuk itu
memang perlu dibuat program-program yang mengarah kepada perbaikan gizi, dan
hal ini memang tidak lepas juga dari aspek pendidikan, sosialisasi dari pentingnya
pengetahuan atau ilmu gizi bagi masyarakat.
Mengapa penting? Karena jika gizinya seimbang, kesehatannya akan jadi baik, tidak
mudah terserang penyakit, harapan hidupnya lebih tinggi, sehingga
produktifitasnya meningkat. Para pekerja jadi semangat, dan anak-anak pun jadi
rajin ke sekolah dan prestasinya pun gemilang baik akademik maupun non-akademik. Jadi gizi berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia, yang mana kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh kepada
pemanfaatan sumber daya alam yang ada secara bijak. Sebab tidak hanya kelaparan
nyata yang harus dihindari, tetapi juga kelaparan tak nyata atau kurang gizi
harus diberantas. Mereka yang kurang beruntung mungkin saja makan, tetapi tidak
hanya perkara hilangnya lapar karena perut sudah diisi suatu makanan, sebab masalah gizi
terkait dengan tidak terpenuhinya zat gizi secara seimbang yang dibutuhkan oleh
tubuh. Dan lagi, tentu tidak hanya otot ataupun perut yang perlu asupan, tetapi otak juga,
bukan?
Maka itu, memang perlu dilakukan sosialisasi
melek gizi hal ini dapat dilakukan pula secara individual misalnya melalui
tulisan di blog masing-masing, misalnya
tentang perubahan di mana kini bukan lagi era 4 sehat 5 sempurna tetapi gizi
seimbang, dan tentu tidak salah jika kemudian pihak tertentu melakukan program
bakti sosial bidang gizi, misalnya dengan melakukan program kerjasama dengan
pihak sekolah dengan dilakukannya pemberian menu sarapan sehat atau makan siang
yang sehat. Tidak hanya sebatas gizi anak sekolah, bisa juga menyangkut program
gizi pranikah, gizi bumil (re: ibu hamil), gizi balita, dan lansia. Semua itu
bila dihitung-hitung pembiayaannya lebih rendah dibandingkan saat harus
menanggulangi dampak dari aneka masalah gizi. Dengan investasi gizi, selain
meminimalisir dari aneka masalah gizi, juga mempersiapkan sumber daya manusia
yang memiliki daya saing yang tinggi. Adalah sangat keliru jika kemajuan itu
dilihat dari mudahnya masyarakat mendapatkan obat gratis yang mana berarti
membiarkan warga sakit atau mudah sakit dulu, padahal yang penting adalah agar
sehat, bukan agar sembuh. Memang sih, jangan takut sakit karena obat
digratiskan oleh pemerintah misalnya, tetapi lebih baik lagi tentu menjadi
sehat sehingga tidak sakit dan tak perlu juga mengkonsumsi aneka obat yang
kebanyakan dari bahan kimiawi yang tidak baik juga bagi kesehatan kita, bukan?
Satu hal lagi yang menjadi landasan mengapa
investasi gizi perlu, adalah adanya faktor budaya tertentu yang justru
bertentangan dengan ilmu gizi misalnya dilarang makan ini dan itu, padahal
barometernya hanya sebatas mitos bukan sesuai logos (re: ilmu), untuk itu
urgensi dari investasi gizi dalam hal penyebaran pengetahuan tentang gizi
seimbang menjadi penting. Selain itu, investasi gizi harus juga diupayakan
berbasis pangan lokal, banyak sekali di negeri ini pangan yang bergizi, sangat
diharapkan suatu hari nanti pangan utama kita tidak harus beras (re: nasi),
sehingga kita tidak harus banyak impor beras, sebab sumber karbohidrat tidak
hanya dari beras, bukan?
Sudah saatnya kita memang peduli terhadap aspek
gizi, bahkan seorang tokoh bernama Ludwig Feuerbach pernah berkata: "you
are what you eat..." atau "kamu adalah apa yang kamu makan..."
Perbaikan gizi adalah upaya penghematan karena terpenuhinya gizi seimbang tidak
harus mahal bila kita tahu ilmunya, dan pada akhirnya kesehatan meningkat. Bukankah ada
peribahasa juga, mencegah lebih baik daripada mengobati? Secara biaya, hidup
sehat lebih murah dibandingkan upaya pengobatan di rumah sakit yang mana selain
biaya dietnya juga biaya obat, dokter, maupun fasilitasnya. Jadi, investasi
gizi adalah langkah hemat tetapi dapat menghebatkan, sebab kita menjadi sehat
juga produktif baik motorik, psikomotorik, maupun kognitif. Dengan kata lain,
perbaikan gizi ialah upaya bersama untuk mengembangkan pembangunan negeri
dengan peningkatan kualitas kesehatan
dan intelektual sumber daya manusia Indonesia, yang mana dari itu akan
berdampak juga pada sektor lainnya. Tidak salah bila Tuhan memang lebih
menyukai manusia yang kuat (re: sehat) daripada yang lemah (re: sakit)! Karena
mereka yang kuatlah yang dapat lebih banyak produktif, inovatif, serta kreatif,
sehingga kemajuan pun dapat digapai. Dan dapat menjadikan Indonesia move on
dari aneka masalah gizi serta yang lainnya. Dan untuk hal ini, kita bisa mulai
dari diri kita masing-masing, sebab kita semua tentu butuh makan, tetapi
jadikanlah makan itu untuk bertahan hidup (re: sehat) bukannya hidup hanya
untuk makan saja. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar