Februari, itulah bulan di mana aku dihadapkan pada sebuah ruangan isolasi, ruangan yang berisikan Os (orang sakit) yang mempunyai diagnosis medis Tuberkulosis atau dikenal juga dengan singkatan TB. Saat itu aku tengah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Sakit Pusat Bandung. Aku, sebagaimana dengan bidang ampu yang aku pelajari memang bertugas di bagian yang mengurusi soal gizi pasien rumah sakit. Dan masalah gizi yang pasti terkait Os dengan diagnosis Tuberkulosis memang dapat menyebabkan banyak hal seperti penurunan berat badan, kurang nafsu makan, dan pada akhirnya berdampak pada status gizi Os.
Dari PKL tersebut, mataku semakin terbuka bahwa di Indonesia masih banyak kasus Tuberkulosis dan hal tersebut harus diwaspadai. Menurut WHO (2009) Tuberkulosis menjadi penyakit menular yang paling sering mengakibatkan Os-nya meninggal dunia, pada tahun 2009 saja kasus Tuberkulosis menewaskan 1,7 juta jiwa. Hal itu tentu saja sangat mengerihkan dan sudah seharusnya kita melakukan upaya agar terbebas dari Tuberkulosis, karena pada dasarnya bila penangannya cepat serta berkesinambungan, Tuberkulosis itu dapat disembuhkan dan dicegah.
Mycobacterium tuberculosis bacteria, pic from http://emedicine.medscape.com |
Tuberkulosis itu sendiri sebenarnya penyakit kuno. Hanya saja dahulu namanya bukan Tuberkulosis, misalnya pada masa Hippocrates (sekitar tahun 400-an sebelum Masehi), Tuberkulosis disebut dengan istilah "phthisis", sedangkan dalam bahasa Inggris dulu disebut dengan istilah "consumption", barulah pada tahun 1882, seorang dokter asal Jerman, bernama Robert Koch menemukan bakteri penyebabnya yang bernama Mycobacterium tuberculosis (Thomas E Herchline et al). Sejak saat itulah Tuberkulosis didefinisikan menjadi suatu penyakit yang diakibatkan oleh bakteria (Mycobacterium tuberculosis) yang menyerang fungsi paru-paru.
Berbeda dengan bakteri lainnya, terkadang seseorang yang terpapar bakteri Tuberkulosis tidak langsung mengalami tanda-tanda Tuberkulosis, yang tampak justru sehat-sehat saja, padahal kalau dilakukan test, di dalam tubuhnya ada bakteri penyebab Tuberkulosis, kondisi tersebut dalam dunia kesehatan disebut dengan istilah Latent Tuberculosis, di mana cepat atau lambat ia bisa menjadi Tuberkulosis aktif. Meskipun begitu, latent tuberculosis sebenarnya dapat diobati, dan biasanya membutuhkan waktu 6 sampai 9 bulan untuk membunuh bakteri penyebab TB tersebut (Ingrid Koo, 2009). Sedangkan Tuberkulosis yang dapat dilihat tanda-tandanya dan dirasakan sendiri oleh si Os, kondisi itu disebut dengan Active Tuberculosis, dalam kondisi aktif tersebutlah seorang penderita bisa menularkan bakteri Tuberkulosisnya.
Dari dua kondisi tersebut, jelas nggak ada yang bagus, menurut Ingrid Koo (2009) hampir 90 % penderita TB itu awalnya karena Latent TB. Sehingga tidak jarang, Os tidak merasa berhubungan dengan mereka yang menderita TB, tetapi kemudian divonis kena TB. Maka sudah seharusnya memang, jika tingkat penderita TB di suatu negara itu meningkat, harus dilakukan langkah semacam jemput bola, agar dapat dipastikan bahwa setiap orang tidak terjangkit Latent TB, sebab hal itu dapat memicu TB di kemudian harinya. Tentu upaya membuka sarana dan prasarana (di samping sosialisasi bahaya serta vaksin TBC tentunya) pemeriksaan gratis Tuberkulosis baik TB aktif maupun pasif menjadi salah satu kunci pemutus matarantai penyebaran Tuberkulosis di suatu wilayah. Adapun yang dapat dilakukan oleh hampir setiap kita adalah tetap menjaga kondisi kesehatan agar tetap optimal, sehingga imunitas tidak menurun, sebab di saat imunitas menurunlah sering kali kita justru terkena aneka bakteria dan virus penyebab penyakit, termasuk Tuberkulosis.
Karena TB itu berbahaya, sudah selayaknya kita mengetahui tanda-tanda atau gejala dari seseorang yang terjangkit TB, di antara tanda umumnya seperti batuk-batuk, demam, kelelahan, kurang nafsu makan, penurunan berat badan, keringatan di malam hari, dan panas dingin. Dari aneka gejala tersebut, bila ada pada diri sendiri, kita sebaiknya melakukan inisiatif untuk pergi ke dokter, apalagi jika gejalanya lebih dari 3 mingguan belum pulih. Indikasi TB semakin mungkin jika terjadi batuk berdarah, nyeri dada, serta sesak napas, karena umumnya TB memang menyerang paru-paru. Selain itu, TB juga sering kali memengaruhi fungsi ginjal, otak, serta tulang belakang. Kalau kita lihat gejala tersebut pada orang lain, sudah selayaknya juga kita memberikan pengertian kepada yang bersangkutan agar mau melakukan pemerikasaan lanjutan, agar dapat dipastikan apakah terjangkit TB atau tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medis, hal tersebut untuk meminimalisir proses penularan kalau ternyata memang yang bersangkutan terjangkit TB.
Adapun langkah yang dapat dilakukan oleh si terjangkit ialah dengan melakukan upaya perlindungan diri agar tidak terjadi penularan. Usahakan, dalam masa pengobatan untuk diam di rumah, tidak beraktivitas di luar misalnya ke kantor, sekolah dan lainnya. Perhatikan ventilasi udara, usahakan ruangannya memiliki sirkulasi udara yang baik. Tutup mulut saat menguap, bersin, batuk, dan semisalnya, hal ini dapat dilakukan dengan jalan memakai masker. Dan tentu saja, keluarga dalam hal ini harus menjadi pengingat Os agar tidak lupa minum obat serta melakukan langkah agar dirinya tidak menularkan bakteri TB. Masalah kesehatan Tuberkukosis memang menjadi tanggungjawab kita semua sebab siapa saja bisa terlutar atau bahkan menularkan, maka kita harus saling melindungi diri kita semuanya agar terhindar dari Tuberkulosis.
Tidak dipungkiri memang, pengetahuan menjadi salah satu hal yang penting, karena dari pengetahuan yang memadai, kita dapat beriniatif melakukan tindakan penyuluhan baik ditingkat keluarga maupun masyarakat, dan lagi hal itu menjadikan kita lebih waspada terhadap kesehatan sendiri sembari juga peduli dengan kesehatan orang lain. Berikut ini beberapa laman yang dapat dijadikan referensi kita untuk lebih tahu soal Tuberkulosis dan segala hal yang terkait dengannya.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar