Proud of

Proud of

Senin, 06 Oktober 2014

Pengabdian dalam Kepedulian: Telaah Kurban dari Aspek Gizi

Pada awalnya adalah peristiwa. Di mana seorang rasul-Nya, bernama Ibrahim alaihis salam, harus mengurbankan anak laki-laki yang disayanginya, yakni Ismail alaihis salam, dikarenakan kebulatan pengabdian keduanya, Allah yang Maha Pemurah, mengganti kurban tersebut dengan penyembelihan hewan. Cerita tersebut barangkali sudah tidak asing lagi bahkan sudah hapal di luar kepala, ya? Hehehe... Tetapi ada baiknya kita coba mengetahui maksud dari berkurban dari aspek gizi...

Sebagaimana dengan ibadah haji, ibadah kurban sangat dianjurkan ditunaikan bagi mereka yang memiliki kelebihan harta, tetapi dalam hal ini, jika diperhatikan, maka berkurban lebih banyak manfaatnya, maka itu sebaiknya cukup sekali beribadah haji, dan berkurbanlah setiap kali iduladha tiba bagi mereka yang berharta banyak. Karena, kurban termasuk solusi jitu untuk mengentaskan masalah gizi di Indonesia ini. Di mana, masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang asupan protein, apalagi protein hewani seperti daging sapi, padahal pangan hewani tersebut memiliki kualitas protein lebih baik dibandingkan dari yang nabati semisal tempe, namun kita ketahui bahwa harga pangan hewani berupa daging-dagingan itu sangat mahal dibandingkan dengan bahan pangan lainnya, sehingga daya beli masyarakat masih rendah. Hal itu dikarenakan masih banyak warga miskin, dan tentu mereka berhak mendapat daging kurban, bukan?

Padahal kita tahu pula bahwa protein adalah zat gizi yang tidak bisa digantikan oleh zat gizi lainnya, artinya setiap manusia memang membutuhkan protein. Namun ketimpangan sering terjadi, ada beberapa kalangan yang berlebihan dalam konsumsi asupan protein. Sedangkan hampir semua kasus gizi pasti bermuara pada kekurangan protein. Jadi kurban memang sebuah pengabdian dalam bentuk kepedulian meningkatkan kualitas kesehatan umat, sehingga produktifitasnya pun akan meningkat. Malah terkadang, berbagi bahan makanan ataupun makanan jadi itu lebih makruf dibandingkan dengan uang. Itulah mengapa, zakat fitrah pun dianjurkannya dengan bahan pangan pokok, bukan uang. Nah, berkurban pun demikian.

Memang sih hukumnya sunah yang namanya kurban itu, tetapi ia adalah perbuatan yang sangat makruf. Bagi yang belum, tentu saja, pengabdian dalam kepedulian semacam kurban itu bisa juga dilakukan dengan skala yang lebih kecil, misalnya, jika memasak dan ada berlebih, bisa dibagikan kepada tetangga, khususnya mereka yang kekurangan. Bahkan rasul pernah mengajurkan kepada anggota keluarganya jika masak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, agar bisa dibagi-bagi...

Jadi, dengan adanya kurban dengan pengelolaan yang jelas, seharusnya memang bisa meminimalisir tingkat masalah gizi. Dan itu memang butuh kesadaran. Alhamdulillah, untuk tahun ini, aku pun bisa berkurban sapi, dengan sistem patungan dengan tujuh orang lainnya, penyembelihan dilakukan di kampung halamanku, Garut. Semoga Allah menerima kurban kita sekalian, sekecil apapun, Insya Allah.

Bagi yang mau berkurban, ayo masih ada waktu. Pasti akan selalu Tuhan hargai setiap pengurbanan... Kalau beli iphone bisa, mengapa nggak bisa seekor kambing saja? Istilahnya... Mudah-mudahan tahun depan aku dan kita semua diberikan kemudahan oleh Allah untuk dapat berkurban lagi, Amin....

Ya Rabb kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah: 127)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar