Begitulah menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, yang tentu sangat tidak menggembirakan. Di mana posisi kedua di tempati oleh daerah Riau sekitar 16 sampai 17 batang perhari dan yang terendah dilakukan oleh perokok aktif ada di daerah DI Yogyakarta sekitar 9 batangan perharinya tetapi itu pun jelas bukan suatu prestasi di mana merokok adalah perilaku yang berbahaya, walaupun mungkin efeknya tidak bisa cepat terasa tetapi satu yang jelas perokok bakar atau hisap menggangu pernapasan mereka yang tidak merokok (perokok aktif), atau penguyah tembakau jelas tidak mengganggu orang lain.
Hasil riset tersebut seharusnya dijadikan bahwa renungan kita bersama, berapa batang sebenarnya kita habiskan dalam sehari kalau memang kita bagian dari seorang perokok. Lalu bisa dibayangkan secara finasial berapa dana yang dikeluarkan serta bahaya laten lainnya. Tentu saja, kebiasaan tersebut memang tidak bisa dengan mudah dilepaskan, tetapi upaya mengurangi walaupun sebatang demi sebatang adalah langkah yang sangat bijaksana. Dan kalau memang dirasa mustahil barangkali bisa lebih memilih waktu dan tempat perokok yang sesuai yang terlalu seenaknya dan lebih peka lingkungan. Jika bisa membeli rokok berungkus-bungkus dalam sebulan, seharusnya seorang perokok dapat membayar premi BPJS yang dibayar setiap kali perbulannya, sebagai bentuk investasi lain dan langkah penganggulangan bilamana dikemudian hari jatuh sakit, atau untuk melindungi keluarnya dari efek jadi perokok pasif. Kita memang boleh bersenang-senang sendirian, tetapi tetap pada suatu waktu harus juga peduli dengan sesama, utamanya keluarga kita. Sungguh suatu ironi, ketika seorang anak dilarang merokok tetapi orang tuanya merokok di depan anaknya tersebut.
Sebagai pengetahuan berikut ini data hasil riset di tiap daerahnya:
Semoga saja, di tahun ke depannya hasil riset menunjukkan suatu penurunan demi suatu kesehatan yang lebih baik bagi seluruh penduduk di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar