Jika ada yang bertanya seperti itu, maka jawabnya adalah sangatlah mungkin. Jika yang dimaksud dengan dokter di sini adalah dokter yang sudah terstandar metodenya, yang mana mengacu pada dunia kedokteran Barat. Maka kita, masyarakat Indonesia, sebenarnya bisa tetap hidup tanpa dokter semacam itu. Mungkin kita akan sedikit sulit karena sebelumnya pernah bersinggungan dengan dokter, tetapi orang-orang dahulu, nenek-moyang kita di pelbagai daerah dan pedalaman itu, tanpa dokter tetap hidup, walaupun kemudian mati juga, tetapi kematian mereka rata-rata wajar dan tidak sampai akibat penyakit keras atau penyakit modern. Jadi kalau mengacu kepada sejarah, kita memang perlu berterima kasih kepada IDI Solo yang mengupayakan langkah di mana itu bertujuan agar "masyarakat tahu bagaimana rasanya tanpa dokter." Hal itu mengingatkan kita pada masa lalu, yang mana memang kehidupan manusianya lebih sehat, dan jenis penyakitnya tidak kompleks pada masa modern ini.
Apakah hanya di Indonesia saja? Tidak! Dalam laporannya, WHO (2013) mengungkapkan bahwa lebih dari 50 % populasi dunia masih mengandalkan pengobatan
tradisional tanpa sistem kedokteran Barat modern. Jadi hanya kurang dari separo penduduk dunia saja
yang tergantung dengan dokter. Di Afrika ada 80% populasi menggantungkan
pengobatan tradisional, di Cina 41 %, di India mencapai 67 %. Menurut WHO dalam Traditional Medicine Strategy 2002-2005 Pengobatan tradisional adalah keseluruhan pengetahuan, keterampilan, dan
tindakan berdasarkan teori, kepercayaan, dan pengalaman indigenous yang
bisa berasal dari budaya berbeda yang satu sama lain yang bisa
dijelaskan atau tidak (dengan pengertian modern),digunakan untuk
memelihara kesehatan, mencegah, mendiagnosis, memperbaiki atau
menyembuhkan sakit fisik atau mental.
Bahkan menariknya, kini di negera maju pun masyarakat mereka tidak semua
menggantungkan pada pengobatan kedokteran Barat. Masyarakat tersebut
juga mengadopsi metode tradisional. Tercatat setidaknya di Australia 48
%, Amerika Serikat 42 %, di Belgia 38 %, serta Prancis 75 % (WHO, 2003). Di tengah perkembangan dunia kedokteran yang pesat diiringi dengan teknologi canggihnya, industri farmasi kimiawi pun meningkat, namun tidak sedikit kemudian dokter-dokter yang beralih ke metode tradisional dan obat-obatan herbal. Karena pada dasarnya makanan adalah juga obat. Selama kebutuhan gizi seimbang terpenuhi, olahraga yang teratur, lingkungan yang bersih, pikiran dan hati yang tenang, Insya Allah, hidup sehat tanpa dokter akan dapat tercapai. Lagi pula, aku pun pernah baca buku, "jangan buru-buru ke dokter!"
Maka kalau kita berkaca kepada masa lalu, tidak hanya sekadar tanpa dokter, suatu komunitas tetap bisa hidup tanpa perawat, apoteker, maupun
bidan. Semua profesi tersebut memiliki peran dan fungsi formal dan
primer karena dinyatakan dalam undang-undang kesehatan RI saja. Jika
tidak, profesi tersebut sama kedudukannya dengan tukang pijat, pembekam,
tabib, peruqyah, herbalis dan semisalnya. Pemerintah kita dengan adanya lini jasa kesehatan di setiap tempat memang tidak dibarengi dengan memperkayanya dengan metode tradisional. Semoga ke depan, dunia kedokteran tidak sebatas berkutat pada teknologi, ataupun obat-obatan kimiawi. Namun begitu, hal itu pun harus tetap diapresiasi, bagaimana pun semua yang berusaha mengobati tidak dapat lepas dari izin-Nya. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar