Belakangan ini, lagi ngetren istilah sedekah nasi bungkus. Ada yang berinisiatif dalam bentuk komunitas, ada yang memang dari kalangan sendiri. Niatan semacam itu memang baik sekali, saya pribadi ingin juga sedekah nasi bungkus.
Tetapi, rasanya kadang kita tidak melihat mereka dengan sebenarnya, kita sering hanya melihat mereka dalam kondisi ketidakmampuannya jadi butuh dapat sedekah; objek sedekah semata. Padahal, seharusnya kita melihatnya sebagai manusia yang sama seperti kita.
Singkat cerita, waktu itu saya pergi ke kota Bogor dengan beberapa teman, kami sampai larut ngobrol di pinggir salah satu pusat perbelanjaan di kota Bogor. Di seberang kami, ada deretan toko yang mana ada beberapa yang tidur di lantai depan tokonya. Tampak terlihat dari mereka kebanyakan adalah pemulung. Mereka terlihat tidur dengan lelapnya. Sedangkan saya akan sulit tidur kalau terlalu bising sedangkan itu tepat di pinggir jalan yang lalu lalang mobil dan motor. Apa mungkin sangking lelahnya? Dan hanya pada malam hari yang tidak banyak juga waktunya mengingat mereka harus menunggu toko tutup dulu. Harus juga hilang karena para pemberi sedekah?
Kami melihat sekitar jam 10-an ada sekelompok orang turun dari kendaraan dan membangunkan mereka untuk menerima nasi bungkus. Beberapa tampak menerima dengan rona gembira dan langsung makan. Kalau dilihat dari prinsip ilmu gizi, jam segitu sudah bukan waktu yang baik untuk makan. Dan setelah selesai beberapa lalu tidur. Makan mereka cepat sekali.
Kami pun larut dalam obrolan. Tidak lama, jam 11-an lewat ada lagi yang bawa mobil lalu turun dan membangunkan lagi mereka yang dari beberapa seperti sudah terlanjur lelap kembali, eh kebangun lagi. Beberapa pemulung menyimpan nasi bungkusnya, mungkin untuk besok pagi. Tetapi bagaimana kalau itu makanan yang mudah basi? Beberapa memakan sebagian dan sisanya disimpan. Tetapi rata-rata tidak menghabiskannya.
Menjadi heran, karena para pemberi sedekah mengapa harus membangunkan mereka, tidakkah dapat menyimpan saja nasi bungkusnya di samping mereka tanpa harus mengganggu waktu tidur mereka yang singkat? Biar pagi hari mereka ada untuk sarapan? Hanya pada malam hari yang waktunya singkat bagi mereka itu, adalah waktu tidur yang berharga, kalau siang? Mana sempat atau mengenal yang namanya tidur siang. Kerja!
Ada baiknya kita pun menghargai waktu istirahat mereka, karena jelas mereka lebih lelah. Seharusnya bisa diganti dengan pemberian sarapan pagi sedekahnya, misalnya bagi yang muslim, bisa kan berangkat membagikannya sebelum salat subuh atau sesudahnya, jangan salah mereka kadang bangun lebih cepat. Karena takut ketahuan pemilik toko lalu diusir. Dan kalau bisa jangan sampai membangunkan mereka, dan baiknya jangan menyedekahkan makanan yang cepat basi.
Dan akan lebih baik bila ada wadah khusus, jangan sampai pada jalan sendiri-sendiri, biar tidak terjadi mubazir. Tentu akan lebih baik, bila semuanya terorganisir. Sayang, pihak yang seharusnya memiliki tanggungjawab lebih, yakni pemerintah kurang peka.
Sedang masyarakat yang ingin membantu tentu terbentur juga oleh waktu, mungkin mereka baru bisa sedekah jam segitu. Pada akhirnya, semoga semuanya akan lebih baik. Karena sedekah yang baik itu memang sedekah makanan kepada mereka yang memang tengah lapar, sebab tidak hanya akhirat, tetapi dunianya juga nyata manfaatnya. Mari bersedekah! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar