Proud of

Proud of

Sabtu, 08 November 2014

Ibunda dan Aku yang Mengagumi Kebesaran Hatinya

Sebelumnya, aku belum pernah menceritakan hal ini. Tapi, sebelum aku memulainya lebih jauh, aku ingin menuliskan sebuah puisi karya Kim Sowol, seorang penyair dari negeri Korea, judulnya Orang Tua. Dan beginilah bunyinya:

Waktu daun-daun berguguran
malam panjang musim sejuk
aku duduk bersama ibu
mendengar ceritera lama.

Bagaimana aku lahir
sehingga dapat mendengar cerita ini?
Jangan ditanya, masa depan
kau 'kan tahu pabila kau jadi orang tua.

Aku memang belum mengalami bagaimana rasanya menjadi orang tua. Tetapi jika aku melihat ibundaku sendiri. Aku tahu bahwa memang, hal itu tidaklah mudah. Tidak peduli sebagai ayah sekalipun, terlebih sebagai ibu. Karena aku sebagai anak, jujur saja, telah banyak menorehkan hal yang membuat ibunda kesel. Walaupun, segala kekesalannya tidak pernah sampai menyulut amarahnya.

Mungkin benar hati seorang ibu seluas samudra. Kedalamannya tidak pernah diketahui pasti. Saat aku kecil, aku memang kerapkali diajarkan hidup prihatin, dan sebagai seorang anak kadang masih ngeyel juga. Dan aku ingat bagaimana saat itu kadang aku mengeluhkan rasa iriku pada beberapa teman ke ibunda. Padahal ibunda tidak pernah luput merawat dan mendidikku. Ah, rasanya malu kalau aku ingat jalan masa kecilku itu. Malu karena aku tidak seharusnya mengeluh kepada ibunda. Padahal kini hanya ibunda yang menjadi satu-satunya orang tuaku saat ini.

Tapi apa daya, kadang aku masih saja bikin jengkel ibunda. Entahlah ada apa aku ini. Mungkin karena suatu kerinduan dan ingin mendapatkan perhatian? Bisa dibilang begitu. Misalnya aku pulang kampung ke Garut, kadang aku suka menyengaja untuk memperlambat melaksanakan salat agar ibunda memperingatkanku sebagaimana waktu aku kecil. Benar saja, ibunda tidak pernah berubah dan nggak ada toleransi soal itu. Aku memang tidak sepatutnya begitu. Padahal...

Di sisa waktu, yang kuyakini pula bahwa segalanya akan tiba ke sana. Sebagaimana ayahandaku sudah mendahului kami sekeluarga. Aku  sudah seharusnya berusaha menjadi anak yang lebih berbakti lagi, setidaknya, harapan-harapannya terhadapku dapat aku genapi. Terlebih harapanku untuk membahagiakan ibunda.

Lalu apa yang hendak kuceritakan? Aku sendiri agak kesulitan, karena ibunda sendiri tidak pernah begitu nyata mengeluh atas suatu hal tentang aku. Justru aku yang lebih banyak, menurutku, yang membebani ibunda. Betapa hati setiap ibu memang kuat untuk berbesar hati. Selalu memberi dorongan dan motivasi tanpa berharap imbalan apapun.

Hal itu kadang membuat aku sedih, karena aku belum bisa berbakti secara maksimal, meskipun sejauh ini ibunda selalu berkata bersyukur atas apa saja yang aku alami selama ini. Ah, ibunda... Ini semua tentu karena doa-doa yang setiap saat ibunda panjatkan pada Sang Maha Kuasa.

Aku juga ingin membahagiakan ayah dengan upayaku membahagiakan ibunda. Ah, kekagumanku pada susu ibunda tidak pernah menurun sampai sekarang pun, yang ada malah semakin membesar. Bagaimana tidak, karena ibu semakin hari semakin bijak saja. Sedangkan aku kadang masih juga suka mengeluh. Walaupun kini aku tidak pernah mengeluh di depan ibunda, meski begitu aku tetap selalu curhat sama ibunda. Dan kalian tahu? Ibunda selalu menjadi yang terbaik dan terhebat dalam hal memberikan motivasi dan menguatkan keyakinan diri. Padahal mungkin ibunda sebenarnya kecewa di hatinya, tetapi itulah tadi, seperti samudra, dalamnya tak terjaungkau, luasnya tak terenangi.

Duhai ibundaku terkasih, aku yang mengagumi kebesaran hatimu selalu berdoa yang terbaik. Terima kasih atas segala jerih payah yang telah ibunda upayakan untuk aku, anakmu. Aku pasti, ke depan, dan di masa depan kelak, akan menjadi orang tua pula, semoga dapat memiliki keluasaan hati sepertimu, ibu.

Artikel  ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera.


8 komentar:

  1. Format pendaftaran tolong disesuaikan dengan ketentuan dulu ya Mas
    Terima kasih

    BalasHapus
  2. mas taufik,,sayang banget sama ibunya ya,,,,jarang cowok yg seperti itu,,,biasanya cewek dgn gaya meluk ibu,,tapi mas taufik,,membuktikannya,,,

    BalasHapus
  3. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
    Segera didaftar
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  4. Terimakasih, kata diujung senja yang kemudian dilantunkan sang anak. Tak lupa penyesalan teramat dalam. Bagus Mas tulisannya. :)

    http://nahlatulazhar-penuliscinta.blogspot.com/2014/11/mama-rahasia-di-bali-kediaman.html

    BalasHapus
  5. Mas, tolong kiim Profil Penulis dalam bentuk narasi satu paragraf untuk saya masukkan ke dalam naskah buku yang saya terbitkan yang merupakan kumpulan artikel peserta Kontes ini ya.l
    Lewat email boleh, lewat inbox di facebook juga boleh.
    Terima kasih

    BalasHapus