Dalam syair lagu dikatakan lain ladang lain ilalang, begitu juga soal pandangan akan suatu hal yang sebenarnya sudah ada juga kesepakatan konvensinya, misalnya dalam hal memaknai suatu lema. Ambil saja kata "smart" (dalam bahasa Inggris) di kamus kita temukan bahwa artinya pintar atau cerdas. Tetapi bila dilihat, seringkali adanya penyempitan makna di mana pintar itu berarti seseorang yang berhasil dalam studi-studi akademis; misalnya matematika mendapatkan nilai 100. Apakah itu smart? Secara kognitif dan normatif memang, ya. Tetapi kali ini saya tidak akan mempermasalahkan anek pandangan itu, justru saya ingin berbagi pandangan saya sendiri terkait kata "smart" menurut saya.
Smart bagi saya itu semangat (yang) bikin (kita) kuat. Pada awalnya, sama sepertinya halnya padangan masyarakat umum bahwa smart itu mereka yang pintar dalam mata pelajaran sains khususnya, seperti matematika dan ilmu pengetahuan alam, sedangkan di luar itu, seperti ilmu-ilmu sosial dianggap tidak begitu mencerminkan orang yang smart, namun dengan seiring waktu saya tahu bahwa hal itu keliru, bagaimana orang dapat dikatakan smart kalau ternyata yang bersangkutan bersikap dikotomis? Akhirnya tidak alasan bagi saya untuk tidak menghargai mereka yang memang mempelajari bidang yang lain dari bidang yang saya geluti, karena sejujurnya saya belum tentu menguasai apa yang mereka ampu, maka dari itu nampaklah keniscayaan bahwa apa yang disebut 'di atas langit masih ada langit' itu nyata, sebab kita, termasuk saya, tidak mungkin mengusai segala bidang.
Walau begitu, di era sekarang ini, dengan datangnya kesadaran untuk menghilangkan dikotomisasi, maka multidisipliner memang sangatlah perlu. Maka, menjadi sang pembelajar adalah syarat utama kalau seseorang ingin dikatakan smart, di mana ia akan memiliki kemauan untuk mempelajari hal-hal yang baru yang mungkin awalnya dianggap tidak penting, jika ada kesungguhan niscaya akan ditemukan kebenaran bahwa segalanya memiliki hikmah tersendiri setalah yang bersangkutan mempelajarinya.
Tentu tidak hanya terkait pada hal-hal akademis mata pelajaran atau mata kuliah, tetapi juga keterampilan lainnya, misalnya bidang kesenian dan kesusastraan termasuk juga olahraga. Hanya satu yang penting, yakni adanya semangat yang berarti kemauan atau gairah untuk sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu, termasuk belajar hal apa saja. Jika sudah begitu, maka kita akan kuat di jalan yang kita tempuh, yang mana jalan kehidupan tak pernah datar atau lurus-lurus saja, seperti mendaki sebuah puncak gunung, diperlukan semangat yang kuat untuk mencapai puncak kita masing-masing. Kalau malas? Apa yang akan didapat? Semua justru akan mudah terlepas!
Dan pada suatu titik, sehingga kita dikatakan smart tentu melalui banyak proses dan itu melalui rintangan yang tidak gampang, sama halnya pernah saya melihat sidang mahasiswa doktoral selesai penilaian yang bersangkutan disebut sebagai "yang terpelajar, pintar" karena telah menempuh suatu masa studi dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat tentunya sehingga ia kuat menghadapi segala masalah dalam prosesnya, dan akhirnya sampai pada masanya tidak harus dia yang mengatakan dirinya smart, tetapi mereka yang merasakan manfaatnya, karena penelitiannya memberikan pencerahan tersendiri.
Bagi saya pribadi, siapa saja bisa menjadi smart mau itu laki-laki ataupun, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, dan bahkan sejak asalinya manusia dibekali seperangkat pada dirinya agar membedakan dengan makhluk lainnya, karena ke-smart-annya dengan adanya akal budi yang berfungsi. Maka saya tidak setuju dengan adanya slogan kalau orang pintar harus minum sesuatu yang hanya itu, sehingga di luar itu tidak pintar. Mengingat, untuk saya yang studi di bidang ilmu gizi, orang smart justru yang meminum dan makan bahan pangan yang beraneka ragam dan berganti-ganti, karena yang penting adalah jenis zat gizinya, seperti halnya zat gizi bernama karbohidrat tidak hanya terdapat dalam beras, tetapi juga pada jagung atau gandum, karena di keduanya juga ada karbohidrat, maka akan tetap smart kalau mengkonsumi selain beras itu. Justru malah sangat smart, sebab konsumsi bahan pangan yang beragam itu penting dalam pembentukan gizi yang seimbang.Atau dalam hal sarapan, tentu yang smart itu akan bersemangat untuk sarapan pagi karena untuk akan memberikannya kekuatan, jangan malah mengikuti apa yang dilakukan para selebritis yakni dengan diet OCD-nya, yang mana cenderung mengenyampingkan sarapan. Padahal, yang namanya sarapan itu penting, dan sarapan yang sehat tidak melulu harus itu-itu saja, misalnya roti dan susu. Bisa juga yang lainnya, dan hal itu harus dibiasakan sejak dini, agar tidak terlalu milih-milih atau dikotomisasi bahan pangan, sebab yang penting adalah sarapan dan adanya asupan zat gizi dari bahan pangan yang kita konsumsi itu. Maka itulah seorang yang smart, tidak lupa sarapan paginya. Puasa saja ada sahurnya, masa hari biasa nggak ada?!
Dari itu pulalah kemudian saya berkeyakinan bahwa semangat yang membuat kita kuat adalah indikator ke-smart-an yang dapat kita capai sehingga sampailah kemudian pada kebijaksanaan hidup dalam kehidupan yang tidak mudah dan seperti pesan salah satu utusan Tuhan, bahwa diri-Nya lebih menyukai manusia yang kuat daripada yang lemah; yang mudah menyerah, patah semangat, ataupun putus asa. Sehingga perlulah kita menjadi manusia yang bersemangat agar menjelma sosok yang kuat sehingga dapat menjalani kehidupan di dunia ini dengan semestinya; dan hal itu menandakan seseorang yang smart. Mau jadi smart? Ya, semangat dong! Dalam belajar, maupun dalam menghadapi segala persoalan hidup. Sungguh, kalau kita kuat tidak mungkin Tuhan melemahkan, justru akan memudahkan kita. Salam smart! Salam semangat bikin kuat! []
keren tulisannya mas :) good luck ya
BalasHapus